ZonaSainsKita~
Istilah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia digunakan melalui
litratur Bahasa Inggris, terutama dari literatur Amerika Serikat. Pada tahun
1947, pendidikan Belanda yang diwariskan di Indonesia tidak mengenal istilah
kurikulum melainkan leer plan (rancana pelajaran). Penggunaan istilah
kurikulum memang sebagai nomenclatur di dunia pendidikan dimulai dan dibesarkan
di Amerika Serikat. Pada saat ini istilah tersebut sudah menjadi istilah
standar dalam dunia pendidikan.
Sejak awal kemerdekaan, pemerintah sudah memberikan perhatian yang cukup
besar pada dunia pendidikan. Kesadaran akan adanya suatu pendidikan nasional
dirasakan sebagai suatu yang mendesak sehingga secara tegas dinyatakan dalam
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 Bab XIII. Undang-undang Dasar
menyebutkan "tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran".
Semangat kebangsaan kebangsaan yang sangat kuat dalam perjuangan kemerdekaan
dan adanya kesadaran bahwa pendidikan sebagai upaya utama dalam membangun jiwa
bangsa menjadi penyebab perhatian besar para pemimpin bangsa waktu itu terhadap
dunia pendidikan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika suasana politik
masih belum stabil, perjuangan untuk eksistensi bangsa masih dalam suasana
kritis karena Belanda belum rela melepaskan wilayah yang menjadi tambang
emasnya. Pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu mengagendakan
pengembangan undang-undang pendidikan nasional.
Sebelum memiliki undang-undang upaya untuk mengganti pendidikan kolonial
dengan pendidikan yang bersifat nasional telah diberlakukan.
Menteri pengajaran pertama yaitu Ki Hajar Dewantara mengeluarkan instruksi yang
dikenal dengan nama Instruksi Umum kepada para guru. Isinya agar para guru
mengganti sistem pengajaran kolonial dengan pengajaran untuk peembangunan
semangat kebangsaan. Tidak sampai setahun setelah Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PPK) Mr.
Soewandi pada tanggal 1 Maret 1946 dengan Surat Keputusan no. 104/Bhg.0/1946
membentuk panitia penyelidik pengajaran yang dipimpin oleh mantan menteri PPK
yaitu Ki Hajar Dewantara dengan sekretaris Panitia Soegarda Poerbakawatja.
Panitia merumuskan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut:
1. Perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Perasaan cinta kepada alam
3. Perasaan cinta kepada negara
4. Perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak
5. Perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan
6. Perasaan berhak dan wajib memajukan menurut
pembawaan dan kekuatannya
7. Keyakinan bahwa orang yang menjadi bagian yang
teak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat
8. Keyakianan bahwa orang yang hidup dalam masyarakat
harus tunduk pada tata tertib
9. Keyakianan bahwa pada dasarnya manusia itu sama
derajatnya sehingga sesama anggota masyarakat
harus saling menghormati, berdasarkan rasa keadilan dengan berpegang teguh kepada harga
diri
10. Keyakinan bahwa negara memerlukan warga negara
yang rajin bekerja, mengtahui kewajiban, dan jujur dalam pikiran
dan tindakan.
Berdasarkan
yang dikemukakan tampak bahwa pendidikan di indonesia lebih ditujukan pada
pembentukan manusia sebagai pribadi untuk hidup sebagai manusia yang
bertaqwa,hidup dengan homani di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa,
manusia, alam serta mampu mengembangkan diri, masyarakat, bangsa, dan umat
manusia. Manusia menjadi pusat perhatian dan kepedulian utama pendidikan.
Pengembangan cinta dimulai dari zat yang paling tinggi (Tuhan) sampai pada
dirinya menjadi landasan dasar dalam dasar pengembangan peserta didik. Tujuan
pendidikan mengarah pada pembentukan kepribadian dan banyak dikenal dengan
pendidikan afektif atau disebut juga dengan adanya pendidikan karakter.
Hal pokok yang ditekankan pada kurikulum 1947
adalah daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya. Sedangkan garis-garis besar
pengajaran lebih menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari.
Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca,
dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari,
bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, magnet/
besi berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa
lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan
bagaimana menyambung kabel listrik). Untuk matematika masih berupa pengajaran
matematika ilmu hitung tradisional (PiPoLonDo) dengan urutan materi sesuai
konsesnsus masyarakat.
Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada
16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Berikut daftar
pelajaran yang diajarkan pada kurikulum 1947 yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa
Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar,
Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan,
Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada
awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga
diajarkan sejak kelas 1.
Kelebihan Kurikulum 1947 adalah pada kurikulum
yang mencerminkan kesadaran sebagai bangsa yang berdaulat dan mendudukkan
pendidikan sebagai faktor penting dalam memperkokoh berdirinya negara Indonesia
melalui persatuan dan kesatuan untuk mengusir penjajah. Selain itu, kurikulum
1947 mengadopsi dari pengalaman pendidikan Indonesia yang telah lalu di masa
penjajah, sehingga memudahkan dalam penyusunannya.
Kelemahan kurkulum 1947 adalah pada kurikulum ini
masih menyisakan model pendidikan kolonial yang bersifat kepatuhan total pada
guru (otoriter) dan mengedepankan kekerasan fisik. Fokus pendidikan terarah
pada pembentukan watak (afektif), sehingga ranah kognitif dan psikomotorik
belum tergarap dengan baik. Selain itu, implementasi kurikulum belum bisa
dilakukan secara optimal sehingga baru resmi dilaksanakan pada tahun 1950
Komentar
Posting Komentar