ZonaSainsKita~
Dalam filsafat ilmu, terdapat tiga teori utama
tentang kebenaran, yaitu teori korespondensi, koherensi, dan pragmatis. Berikut
adalah uraian singkat dari ketiga teori tersebut:
a. Teori
korespondensi
Teori ini mengatakan
bahwa suatu proporsi benar kalau proporsi itu sesuai dengan fakta. Kalau saya
mengatakan bahwa salju berwarna putih, pernyataan itu benar jika fakta
menunjukkan bahwa salju berwarna putih. Ujian kebenaran yang dinamakan teori
korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut
teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to
objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang
fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi
yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang
sesuatu.
Jadi, secara sederhana
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah
benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya jika
seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa” maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat
faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau Jawa.
Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota Yogyakarta berada di pulau
Sumatra” maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek
yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara faktual “kota
Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau Jawa”.
Menurut teori
koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung
terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung
kepada kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan
sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan
itu salah.
b. Teori
koherensi
Para penganut teori
koherensi mengatakan bahwa suatu proporsi benar jika proporsi itu berhubungan
(keheren) dengan proporsi-proporsi lain yang benar atau suatu pernyataan
dianggap benar jika pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Karena sifatnya demikian,
teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajat koherensi
merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Misalnya, bila ad pernyataan bahwa
“semua manusia akan mati” adalah suatu pernyataan benar, maka pernyataan bahwa
“Agus adalah manusia dan Agus pasti mati” adalah benar, sebab pernyataan kedua
adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
c. Teori
pragmatis
Teori dicetuskan oleh Charles S.Pierce
(1839-1914). Teori ini menganggap suatu
pernyataan, teori atau dalil itu
memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan
manusia.Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan
kegunaan(utility), dapat dikerjakan(workability), dancakibat yang memuaskan (satisfactory
consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak/tetap,
kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan
oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis
pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi
demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis
selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu
dianggap benar, sekiranyapernyataan itu tidak lagi bersifat demikian,
disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru,
maka pernyataan itu ditinggalkan (Jujun,1990:59),
Bahasanya mudah dimengerti.. terimakasih...
BalasHapusBahasanya mudah dimengerti.. terimakasih...
BalasHapus