Langsung ke konten utama

PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013 Menuju Indonesia 7 Besar Dunia (bag 2)

Berikut ini adalah abstrak atau kutipan dari jurnal ilmiah (english) berbayar/ tesis/skripsi/artikel yang dapat Anda miliki secara utuh (full paper) dengan menghubungi admin ~~ sambungan dari tulisan bagian 1




Pada KTT ASEAN ke-12 yang diselenggarakan pada tahun 2007 di Cebu, Filipina, para pemimpin negara-negara ASEAN sepakat mempercepat pembentukan Masyarakat ASEAN sehingga harus terbentuk pada tahun 2015 (Arys Hilman & Chairul Akhmad, dalam www.republika.co.id). Masyarakat ASEAN digagas sebagai upaya bangsa-bangsa di Asia Tenggara untuk menjawab segala tantangan baru yang telah menanti seiring kemajuan dan perkembangan zaman (Ratna Shofi Inayati, 2007: 58).
Masyarakat ASEAN yang diharapkan dapat terwujud pada tahun 2015, akan didasarkan pada tiga pilar, yaitu komunitas politik-keamanan, komunitas ekonomi, dan komunitas sosial-budaya. Nah, sektor pendidikan termasuk pada pilar yang ketiga, yaitu komunitas sosial-budaya di mana negara-negara ASEAN harus memiliki sistem pendidikan yang berkualitas dan dinlai mampu menunjang kemajuan sumber daya manusia sehingga tidak tertinggal dari negara-negara di kawasan lainnya.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia termasuk salah satu negara yang paling diperhitungkan di segala sektor, termasuk pendidikan. Namun, apabila Indonesia terus-menerus berkutat pada berbagai masalah mendasar sehingga melupakan peningkatan kualitas kehidupan, maka posisi Indonesia sebagai salah satu pilar ASEAN akan dilampaui oleh negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Filipina. Faktanya, gejala ke arah itu sudah mulai terlihat dan harus segera diatasi.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar menjadi salah satu negara adidaya di Asia Tenggara, Asia, bahkan dunia. Negeri ini mempunyai banyak keunggulan yang seharusnya mampu dimaksimalkan sebagai penopang untuk mencapai kemajuan. Sejarah dan peradaban yang panjang dan memukau, wilayah yang terbentang luas, tanah yang subur dan sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk yang banyak, kekayaan tradisi dan budaya yang beragam, bahkan saat ini bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua untuk beberapa negara di ASEAN dan Australia, serta masih banyak sekali faktor lain yang sebenarnya bisa dijadikan sebagai modal bagi kemajuan bangsa ini.
Meskipun demikian, hingga saat ini Indonesia seakan-akan masih belum diperhitungkan secara strategis dari kehidupan internasional, masih menjadi bagian dari bangsa-bangsa dunia ketiga alias negara berkembang. Bangsa yang besar ini masih saja berkutat dengan seabrek persoalan internal yang terus mendera.
Apabila tidak ada kesadaran untuk memperbaiki diri, Indonesia akan menjadi tumbal globalisasi dan kian terpencil dari gemuruh peradaban dunia. Globalisasi memang bisa menjadi ancaman dan berpotensi dapat menimbulkan dampak yang mendalam bagi kehidupan suatu bangsa apabila tidak disikapi dengan semestinya (Budi Winarno, 2007: 62).
Lantas, apa yang harus dilakukan demi mewujudkan mimpi Indonesia menjadi bangsa yang maju dan disegani di dunia internasional? Salah satunya adalah dengan memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional, termasuk di dalamnya adalah dengan merancang, merumuskan, dan menerapkan kurikulum pendidikan yang dinilai mampu mengantarkan anak bangsa untuk tampil di jajaran terdepan dalam era globalisasi yang semakin nyata. Kurikulum ini, tentunya dirumuskan berdasarkan kebutuhan nyata dunia pendidikan, bukan karena kepentingan politis ataupun kepentingan lainnya. Hingga saat ini, dalam perjalanan sejarahnya, Indonesia telah mengalami beberapa perubahan kurikulum, yakni pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Pada tahun 2013, rencananya secara bertahap Pemerintah akan segera diimplementasikan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan serangkaian ide untuk membenahi dan meningkatkan mutu pendidikan seiring dengan tuntutan dan kebutuhan zaman.
Pendidikan Visioner yang Berkarakter
Selain berkeinginan untuk dapat sejajar dengan negara-negara maju di dunia, tugas utama kita saat ini adalah memajukan kualitas pendidikan nasional sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat  1 telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Oleh karena itu, sudah menjadi tugas pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah berkewajiban menyediakan pendidikan yang layak kepada setiap warga negara, terutama bagi mereka yang kurang mampu (Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2011: 2).
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Dengan demikian, pendidikan yang ideal tidak hanya mencakup kecerdasaan intelektual dan akademis saja, melainkan juga harus mampu menjangkau pengembangan kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, moralitas, dan kecakapan tinggi dalam menghadapi tantangan kehidupan sebagai upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia.
Kualitas daya pikir dan daya kreativitas atau keterampilan memang menjadi hal yang teramat penting, namun moralitas, etika, sikap, perilaku, dan karakter yang baik juga menjadi faktor yang tidak kalah vital untuk menjadikan manusia Indonesia yang berkualitas. Harmonisasi dari semua unsur tersebut dinilai menjadi syarat mutlak untuk membentuk insan Indonesia yang cerdas, kompetitif, dan bertanggung jawab, serta mampu membawa nama bangsa ke level puncak dalam pergaulan internasional.
Moralitas, menurut Bertens (1993: 4), berasal dari kata latin mos atau mores (moral) yang bermakna “kebiasaan” atau “adat-istiadat”, demikian juga dengan etika yang berasal dari kata ethnic dengan arti yang kurang-lebih sama. Sedangkan, sikap merupakan penentu yang paling penting dari perilaku seseorang (Johnson & Johnson, 2002: 168). Moralitas dan sikap atau perilaku inilah yang pada akhirnya akan menjadi ciri khas yang menunjukkan karakteristik suatu bangsa. Pearson & Nicholson (2000: 244) menyebut bahwa pengembangan karakter yang baik dan kebajikan moral dapat diwujudkan, terutama melalui pembelajaran strategis, dalam hal ini adalah melalui pendidikan.
Sementara itu, William Berkovitz (2002:45) memberikan definisi karakter (moral) sebagai serangkaian ciri-ciri psikologis individu yang mempengaruhi kemam­puan pribadi dan kecenderungan berfungsi secara moral. Sederhananya, karakter dimaknai sebagai ”pedoman” yang akan memandu manusia untuk mengerjakan hal-hal yang baik dan menanggalkan hal-hal yang buruk. Oleh karena itu, otonomi moral sangat penting sebab ia akan mempengaruhi dan menyempurnakan moralitas seseorang. Menurut Berkovitz ada 7 (tujuh) ciri otonomi moral, yakni: perilaku moral, nilai-nilai, kepribadian, emosi, penalaran, identitas, dan karakter utama.
Mengenai pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdibkbud) telah membuat grand desain pendidikan karakter yang diharapkan dapat menjadi pedoman dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam grand desain ini, penanaman pendidikan karakter dilakukan melalui pembudayaan dan pemberdayaan di semua jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Semua itu dilakukan untuk perbaikan mutu pendidikan bangsa ini.
Perbaikan mutu pendidikan nasional diharapkan masmpu mengentaskan kebodohan, kemiskinan, dan mengurangi angka pengangguran yang akan berdampak positif bagi kemajuan negara. Apabila berbagai masalah tersebut telah ditemukan pemecahannya, maka sudah saatnya bagi Indonesia untuk berbenah supaya mampu bersaing dengan negara-negara maju di dunia.
Oleh karena itu, kebutuhan akan pendidikan yang berkualitas, berkarakter, dan bervisi ke depan mutlak diperlukan, yaitu dengan didukung oleh penerapan kurikulum pendidikan yang dinilai paling tepat. Terlepas dari anggapan miring “ganti menteri, ganti kurikulum”, kurikulum pendidikan tampaknya memang harus senantiasa berubah seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam berbagai bidang kehidupan (Anita Lie, Kompas, 5 Desember 2012).
Jalan Panjang Kurikulum 2013
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia telah menyusun Kurikulum 2013 yang rencananya akan mulai diterapkan secara bertahap sejak tahun ajaran 2013/2014. Kurikulum 2013 bukan berasal dari pemikiran yang instan. Kurikulum ini dirumuskan setelah melalui pertimbangan dan perencanaan yang matang serta proses yang panjang. Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menjelaskan bahwa upaya pengembangan Kurikulum 2013 sudah terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014. Ini artinya, Kurikulum 2013 telah dirancang dan disusun sebelum tahun 2010, bahkan sudah dievaluasi pada 2009 (www.kemdiknas.go.id).
Proses pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dengan melalui 4 (empat) tahapan. Tahap pertama, Kemdikbud menyusun rancangan Kurikulum 2013 dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Selanjutnya yakni tahap kedua, rancangan Kurikulum 2013 dipaparkan di depan Wakil Presiden RI selaku Ketua Komite Pendidikan dan Komisi X DPR-RI
Tahap ketiga, Kemdikbud menggelar uji publik tentang rancangan Kurikulum 2013 untuk menyaring tanggapan dan aspirasi dari masyarakat luas. Masyarakat dapat menyumbangkan masukan terhadap rancangan Kurikulum 2013 lewat situs resmi Kemdikbud atau melalui media cetak. Uji publik ini merupakan terobosan baru karena untuk pertama kalinya, publik dipersilahkan memberikan apresiasi terhadap rancangan kurikulum pendidikan. Tahap keempat, setelah hasil uji publik diperoleh, Kurikulum 2013 disempurnakan sebelum diresmikan untuk diberlakukan.
Respon publik terhadap rencana penerapan Kurikulum 2013 bermacam-macam, ada yang mendukung namun ada pula yang mengkritisi bahkan tidak setuju. Mengenai pro dan kontra tersebut tidaklah masalah, bahkan sangat baik dalam perkembangan etika demokrasi bangsa ini. Lebih dari itu, pro-kontra terhadap rencananya pelaksanaan kurikulum 2013 dapat memberi masukan yang sangat berharga bagi peningkatan mutu pendidikan bangsa ini. Mohammad Nuh memberikan tanggapan bahwa kurikulum baru sudah saatnya diterapkan demi kebaikan masa depan bangsa, terutama bagi para generasi muda.
Bagaimanapun bangsa Indonesia membutuhkan kurikulum pendidikan yang dinamis, aktual, dan bervisi ke depan karena zaman yang terus bergerak. Apabila tidak dimulai dari sekarang, bangsa Indonesia pada akhirnya nanti hanya akan menghasilkan generasi yang usang, atau sebagaimana kata Mendikbud, “Generasi yang akan menjadi beban dan juga tidak terserap di dunia kerja.” (www.kemdiknas.go.id).
Kurikulum 2013 memiliki visi jauh ke depan agar Indonesia tidak semakin tertinggal dengan bangsa-bangsa lain, yaitu dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Kondisi manusia yang berkualitas tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan merupakan hasil dari kerja keras yang diupayakan secara terus-menerus (Lickona, 2000: 48). Oleh karena itu, upaya penyempurnaan dalam sistem pendidikan nasional sudah seharusnya dimulai dari sekarang untuk menyongsong masa depan yang lebih baik beserta iklimnya yang kian kompetitif agar Indonesia tidak lagi terkucil di lingkungan peradaban dunia.
Sistem kegiatan pendidikan adalah sistem kemasyarakatan yang kompleks dan diletakkan sebagai suatu usaha bersama untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dalam rangka untuk membangun dan mengembangkan diri (Banathy, 1992: 175). Ini sesuai dengan konsep Kurikulum 2013 yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi yang seimbang antara sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge).
Penerapan kurikulum baru diharapkan mampu mencetak generasi masa depan yang mampu menjawab tantangan zaman seperti globalisasi, WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, serta dapat menuntaskan berbagai masalah yang selama ini terjadi di sektor pendidikan nasional. Sekaligus, dapat menghasilkan generasi muda Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, yakni sesuai dengan empat pilar kompetensi dalam Kurikulum 2013.

Komentar

advertisement

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Kurikulum Indonesia tahun 1952

ZonaSainsKita~ Kurikulum 1952 merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1947, dimana kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran.Karena itu, kurikulum 1952 lebih dikenal sebagai  Rencana Pelajaran Terurai 1952 . Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional.Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sudah digunakan pada masa tersebut. Lahirnya kurikulum 1952 tidak terlepas dari sejarah kelahiran Kurikulum 1947.Bahkan dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1952 adalah pembaharuan dari Kurikulum 1947.Dikatakan demikian karena saat kurikulum 1947 berlaku belum ada undang-undang pendidikan yang berlaku sebagai landasan operasionalnya.Hal ini terjadi sampai tahun 1949.Baru setelah tahun 1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-un

Tokoh-tokoh Psikologi Gestalt

1.         Max Wertheimer (1880-1943) Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjad

Jenis-jenis Penelitian Pengembangan (Development Research)

Jenis-jenis penelitian yang utama pada penelitian pengembangan (Akker,1999): 1.      Penelitian formatif. Aktivitas penelitian ketika melakukan keseluruhanproses pengembangan suatu intervensi yang spesifik mulai daripenyelidikan belajar melalui evaluasi belajar (summatif dan formatif),mengoptimalisasi mutu intervensi pada pengujian prinsip-prinsiprancangan. 2.      Studi rekonstruksi. Analisis penelitian yang menyelenggarakan prosespengembangan beberapa intervensi, berfokus pada artikulasi danspesifikasi prinsip-prinsip rancangan. Komponen Utama Penelitian Pengembangan (DR) Menurut Tim Puslitjaknov (2008), metode penelitian pengembangan memuat 3  komponen utama yaitu: (1) Model pengembangan, (2) Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk. Deskripsi dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut: Model Penelitian Pengembangan Model Pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model konseptua