Berikut ini adalah abstrak atau kutipan dari jurnal ilmiah (english) berbayar/ tesis/skripsi/artikel yang dapat Anda miliki secara utuh (full paper) dengan menghubungi admin ~~lanjutan dari tulisan bagian 2
Upaya merancang apalagi menerapkan kurikulum baru memang
bukan perkara mudah. Sering berubahnya pola pendidikan nasional di negeri ini
membuat sejumlah kalangan beranggapan bahwa setiap berganti menteri,
kurikulumnya juga pasti berubah. Hal tersebut bisa terjadi karena selama ini
belum ada peraturan perundang-undangan yang mampu mengikat dan menjamin berjalannya
kurikulum pendidikan hingga mencapai tujuan yang diinginkan.
Oleh
sebab itu, Kemdikbud telah mempersiapkan tiga skenario untuk mengawal berlangsungnya
Kurikulum 2013. Skenario pertama dilakukan melalui pendekatan birokrasi.
Jika selama ini kurikulum yang berlaku hanya didasarkan pada Peraturan Menteri
(Permen), maka Kurikulum 2013 akan dilindungi oleh payung hukum yang berupa
Peraturan Pemerintah (PP) sehingga tidak bisa sewaktu-waktu diganti hanya
karena alasan berganti menteri di sektor pendidikan.
Skenario
kedua adalah konsep pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap sehingga
tidak mengganggu pelajaran (Tri Harijono, Kompas, 7 Desember 2012). Penerapan
Kurikulum, misalnya, diawali dari kelas 1 dan 4 SD, kelas 7 SMP, dan/atau kelas 10 SMA. Tahun pertama menjadi tahap implementasi
yang dijalankan dengan porsi 30 persen sehingga pada tahun berikutnya sudah
dapat disesuaikan dengan tahapan selanjutnya dengan kurikulum yang sama. Dengan
metode ini, Kurikulum 2013 akan berjalan berkesinambungan dan tidak terputus di
tengah jalan sehingga kebingungan di kalangan guru dan peserta didik dapat
dihindari.
Skenario
ketiga, adalah dengan melibatkan masyarakat luas untuk mengawal dan
mengamankan berlangsungnya Kurikulum 2013 agar tetap berjalan hingga tujuan
yang diinginkan dapat tercapai. Penerapan dalam hal ini dilakukan dengan
menggelar uji publik seperti yang telah disinggung sebelumnya. Partisipasi dan
keterlibatan publik akan membuat masyarakat merasa turut memiliki dan
bersama-sama berupaya untuk menyukseskan berjalannya Kurikulum 2013.
Guru, Garda Terdepan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 diyakini
mampu membawa Indonesia menuju kegemilangan di masa depan. Kemdikbud pun telah mengukur
potensi keberhasilan Kurikulum 2013. Salah satu faktor utama yang dinilai akan
menentukan sukses atau tidaknya penerapan Kurikulum 2013 adalah kompetensi pendidik
dan tenaga kependidikan.
Pendidik dan tenaga
pendidikan, terutama guru, menjadi pilar utama yang akan menentukan keberhasilan
pendidikan. Gagne (1998) menjabarkan peran guru dalam proses belajar-mengajar, antara
lain sebagai perancang pengajaran, pengelola pengajaran, dan penilai prestasi
belajar siswa. Guru juga memiliki tanggungjawab untuk menampilkan diri mereka sebagai
teladan bagi para peserta didik (Parsons, 2005).
Lebih dari itu, guru
adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian siswa yang pada
akhirnya nanti berimbas pada karakteristik bangsa (Isjoni Ishaq, 2006: 111). Guru juga merupakan sosok yang berintegritas dan lekat dengan citra
kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuan
yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak bangsa. Jika seorang guru tidak memiliki
integritas keilmuan dan personaliti yang mumpuni, maka bangsa ini tidak
memiliki masa depan yang baik (Suyanto, 2012: 21). Sangat vitalnya peran guru menjadikan kualitas
tenaga pendidikan di Indonesia harus benar-benar menjadi perhatian untuk ditingkatkan.
Pada Kurikulum 2013 ini peran guru lebih penting. Mengapa demikian? Karena guru adalah sosok yang
paling berperan dalam upaya memberikan motivasi kepada peserta didik, serta mampu
lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan) terhadap apa yang peserta didik peroleh atau ketahui setelah
menerima materi pembelajaran.
Oleh karena itu, Kemdikbud telah menyusun strategi untuk meningkatkan
mutu tenaga kependidikan sebagai pengawal jalannya Kurikulum 2013. Strategi
penyiapan guru melibatkan tim pengembang kurikulum di tingkat pusat, instruktur
diklat (terdiri dari unsur dinas pendidikan, dosen, widya-swara, guru inti,
pengawas, dan kepala sekolah), guru utama (meliputi guru inti, pengawas, dan
kepala sekolah), serta guru (terdiri dari guru kelas, guru mata pelajaran SD,
SMP, SMA, dan SMK).
Supaya tenaga
pendidikan, terlebih guru, siap untuk mengawal pelaksanaan pengembangan Kurikulum
2013, Kemdikbud telah mempersiapkan pelatihan bagi guru-guru mata pelajaran
inti menjelang diberlakukannya kurikulum baru tersebut. Direncanakan, pelatihan
itu akan diberlakukan bagi guru kelas 1 dan kelas 4 SD, guru kelas 7 SMP, dan guru
kelas 10 SMA (Inung, www.poskotanews.com).
Guru yang ideal setidaknya
harus memenuhi empat aspek, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi akademik
(keilmuan), kompetensi sosial, dan kompetensi manajerial atau kepemimpinan. Selain
itu, di era globalisasi dan lajunya perkembangan teknologi seperti sekarang
ini, guru diharapkan bisa menyiapkan dan membuka diri terhadap beberapa kemungkinan
terjadinya perubahan. Dengan sumber daya guru yang mumpuni, diharapkan tujuan
dari pelaksanaan Kurikulum 2013 dapat terwujud.
Selama ini, guru memiliki kecenderungan hanya membuka peluang satu jawaban bagi peserta
didik. Artinya, siswa tidak berkesempatan untuk mencari dan menemukan jawaban
lain yang berbeda dengan apa yang sudah ditentukan sehingga siswa cenderung
menjadi kurang kreatif dan eksploratif. Guru seolah-olah juga merasa menjadi pihak
yang selalu benar sehingga tidak mau terbuka terhadap cara berpikir yang
berbeda.
Kurikulum 2013 akan
mendorong peserta didik agar kreatif, inovatif, produktif, afektif, dan
berkarakter, sekaligus membuka pola pikir guru untuk memberi ruang yang lebih
luas bagi siswa, termasuk untuk menghargai perbedaan dan menumbuhkan rasa
toleransi. Guru menjadi pembimbing siswa agar memiliki toleransi yang dimulai
dari pembelajaran di kelas (Ester Lince Napitupulu, dalam http://edukasi.kompas.com).
Guru juga bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar (Ester Lince Napitupulu, Kompas, 7
Desember 2012).
Penerapan Kurikulum
2013 juga akan meringankan tugas guru yang selama ini cukup banyak karena juga
harus berkutat dalam hal teknis, misalnya membuat silabus dan sejenisnya,
sehingga menguras waktu dan energi untuk lebih berinteraksi dengan siswa. Dengan kata lain, Kurikulum 2013 akan membuat guru
menjadi lebih fokus dalam melaksanakan tugas utamanya (Syarief Oebaidillah, www.metrotvnews.com).
Tematik-Integratif Itu Perlu!
Kurikulum 2013
tidak serta-merta mengubah atau mengganti secara frontal kurikulum yang diberlakukan
sebelumnya. Kurikulum baru ini justru merupakan pengembangan dan lanjutan dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah diterapkan sejak tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. KBK menekankan pengembangan kemampuan melakukan
tugas-tugas dengan standar kinerja tertentu (Kushartanti, Jurnal Wacana, 2007:
109). KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar
karena proses ini sudah menjadi otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan
tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Adapun cakupan kompetensi dalam KBK di antaranya
adalah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Sedangkan KTSP disusun dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Dengan demikian, pada prinsipnya KTSP
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya
diserahkan kepada masing-masing sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah ataupun
daerah di mana sekolah tersebut berada. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Pada Kurikulum 2013 cakupan kompetensi dalam KBK dan
KTSP diakomudir dan menjadi bagian
dari uji publik yang telah dilakukan. Dengan kata lain, apa yang terdapat dalam
KBK dan KTSP menjadi unsur yang dikembangkan dalam rumusan Kurikulum 2013. Nah, salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan capaian pendidikan adalah dengan
menambah jam pelajaran, terutama bagi mata pelajaran yang
terkait dengan pendidikan karakter seperti pendidikan agama, kewarganegaraan,
ataupun kepribadian.
Mengapa jam
pelajaran perlu ditambah? Perubahan proses pembelajaran dan proses penilaian
menjadi alasannya. Paradigma proses pembelajaran yang semula menempatkan siswa
sebagai pihak yang hanya diberi tahu akan diganti dengan siswa mencari tahu.
Demikian pula dengan proses penilaian di mana yang semula hanya berbasis hasil (output)
akan diubah dengan mempertimbangkan pula faktor proses yang akan sangat
berkaitan dengan output.
Pendidikan di
negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan, juga mengalami kecenderungan
untuk menambah jam pelajaran. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jam
pelajaran di sekolah-sekolah yang terdapat di Indonesia relatif lebih singkat
jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Inilah yang mendorong Kemdikbud
untuk menerapkan kebijakan penambahan jam pelajaran dalam Kurikulum 2013.
Namun, pada
perkembangannya kemudian, muncul kekhawatiran dari sejumlah kalangan mengenai
rencana penambahan jam pelajaran dalam Kurikulum 2013. Apabila jam pelajaran
ditambah, apakah ada mata pelajaran yang akan dihapus? Apakah penambahan jam
pelajaran akan mengorbankan beberapa mata pelajaran? Mendikbud menjawab: tidak
akan ada penghapusan mata pelajaran!
Lantas, bagaimana solusinya?
Kurikulum 2013 menawarkan penyederhanaan atau pengintegrasian mata pelajaran dengan
konsep tematik-integratif. Terkait mata pelajaran, kurikulum yang berlaku
selama ini ternyata masih menyisakan sejumlah masalah.
Pertama, konten
kurikulum dinilai masih terlalu padat, hal ini terbukti dengan jumlah mata
pelajaran yang terlalu padat dengan banyak materi yang keluasan dan tingkat
kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia peserta didik. Kedua, kurikulum
belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional.
Ketiga, kompetensi belum menggambarkan secara holistik
domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Bahkan, beberapa kompetensi yang
dibutuhkan dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan peserta didik (sebagai
contoh pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft
skills dan hard skills, kewirausahaan, dan lain-lain) belum terakomodasi
di dalam kurikulum.
Keempat, kurikulum yang ada ternyata belum peka dan
tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkatan lokal, nasional,
maupun global. Kelima, standar proses pembelajaran belum menggambarkan
urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang berbeda-beda
dan pada akhirnya berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
Keenam, standar penilaian belum mengarahkan pada
penilaian yang berbasis kompetensi, yaitu proses dan hasil, dan belum secara tegas
menuntut adanya remediasi secara berkala. Ketujuh, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) memerlukan dokumen yang lebih rinci supaya tidak
menimbulkan banyak penafsiran.
Kekhawatiran dari
para guru mengenai akan dihapuskannya beberapa mata pelajaran tertentu seiring
pemberlakukan Kurikulum 2013 memang sempat mencuat, salah satunya adalah untuk
mata pelajaran Bahasa Daerah. Menjawab kecemasan ini, Mendikbud sekali lagi menegaskan
bahwa hal itu tidak akan terjadi karena telah dijembatani dengan konsep
tematik-integratif. Kurikulum 2013 mencakup pembahasan fenomena alam, sosial,
dan seni-budaya.
Mata pelajaran Muatan
Lokal, termasuk pelajaran Bahasa Daerah, tidak akan dihilangkan. Justru muatan
lokal menjadi salah satu unsur terpenting yang akan dipertahankan di Kurikulum
2013 dan bisa dimasukkan dalam materi pembahasan Seni-Budaya dan Prakarya serta
Penjasorkes. Muatan Lokal diposisikan sejajar dengan mata pelajaran lain.
Bahkan, Mohammad Nuh menjanjikan materi Seni-Budaya akan diberikan alokasi waktu
selama 4 jam sehingga unsur-unsur kearifan lokal tidak akan diabaikan dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013 (www.berita8.com).
Mengenai jenis
muatan lokal yang akan diberikan kepada siswa, Kemendikbud menyerahkan
sepenuhnya kepada kebijakan daerah masing-masing. “Bahasa Daerah itu bisa
dimunculkan dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya atau Muatan Lokal,
jadi bukan dihilangkan, tapi diserahkan kepada pemerintah daerah setempat atau
dinas pendidikan setempat,” tegas Mendikbud.
Pernyataan Mohammad
Nuh dipertegas oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud),
Musliar Kasim. Ia menegaskan bahwa mata pelajaran Muatan Lokal, termasuk Bahasa
Daerah, tidak akan dihapuskan dan dapat disesuaikan dengan kebijakan di
masing-masing daerah. “'Pelajaran Bahasa Daerah tidak dihapus, melainkan akan
dijadikan sebagai kurikulum muatan lokal dengan pemberian alokasi waktu yang
sangat fleksibel dalam pembelajaran di sekolah-sekolah,” tandas Wamendikbud
(Romi Sudhita, www.balipost.co.id).
Kontroversi dan
pertentangan yang marak terjadi selama ini disebabkan karena informasi yang
diterima masyarakat mengenai penerapan Kurikulum 2013 tidaklah lengkap dan
hanya sepotong-sepotong. Salah satunya adalah tersebarnya rumor yang menyebutkan
bahwa mata pelajaran Muatan Lokal akan dihapuskan sehingga justru menimbulkan
keresahan di kalangan masyarakat, terutama di daerah.
Begitu pula dengan
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Isu
yang mengatakan bahwa IPA dan IPS di Sekolah Dasar (SD) akan dihapus sama
sekali tidak benar. Di tingkatan SD, materi IPA dan IPS memang akan
diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, namun hanya sampai dengan kelas 3
saja. Selanjutnya, yakni di kelas 4 hingga kelas 6, materi IPA dan IPS akan muncul
sebagai indikator tersendiri di mana penyampaiannya diterapkan dengan menggunakan
metode tematik-integratif.
Seperti yang
dijelaskan oleh Musliar Kasim, berdasarkan penerapan konsep tematik-integratif,
buku-buku bagi siswa SD tidak lagi dibuat dengan berdasarkan mata pelajaran,
akan tetapi berdasarkan tema yang merupakan gabungan dari beberapa mata
pelajaran yang relevan dengan kompetensi di SD. Wamendikbud mencontohkan, untuk
kelas I SD terdapat setidaknya delapan tematik, yakni (1) diriku, (2)
kegemaranku, (3) kegiatanku, (4) keluargaku, (5) pengalamanku, (6) lingkungan
bersih, sehat, dan asri, (7) benda, binatang, dan tanaman di sekitarku; serta (8)
peristiwa alam. Selain itu, diberikan juga juga materi pendidikan agama dan
budi pekerti (Ester Lince Napitupulu, dalam http://edukasi.kompas.com).
Jadi, sekali lagi,
penambahan mata pelajaran pada Kurikulum 2013 tidak lantas mengorbankan mata
pelajaran lain untuk dihilangkan. Banyaknya mata pelajaran akan disederhankan
dengan konsep tematik-integratif. Tentang penerapan konsep tematik-integratif
dalam pembelajaran, Mohammad Nuh memberikan contoh sebagai berikut:
“Misalnya, guru
menetapkan tema pelajaran hari ini tentang gunung, tentang diriku, tentang
lingkunganku. Tema itu bisa berhari-hari diajarkan. Dalam tema itu ada Bahasa
Indonesia, ada Matematika, (yang seharusnya bisa) diintegrasikan. Contoh
temanya sungai, guru bercerita tentang sungai dengan Bahasa Indonesia,
diperkenalkan kosakata tentang sungai, air, dan lain-lain. Kemudian ditanyakan,
air di sungai itu mengalir atau tidak? Kenapa? Di situ diperkenalkan Ilmu
Pengetahuan Alam. Bisa juga dikaitkan dengan budaya, bahwa di Bali dikenal ada
Subak, tentang budaya pembagian air. Air bisa digunakan untuk pembangkit tenaga
listrik. Jadi, pembelajaran itu bisa hidup.” (Wawancara Mohammad Nuh,
www.kemdiknas.go.id).
Setelah melalui pemikiran
dan pertimbangan yang matang, penyederhanaan mata pelajaran dengan konsep
tematik-integratif ternyata sangat penting. Selain sebagai solusi untuk menjawab
persoalan mengenai jumlah mata pelajaran yang dinilai terlalu banyak, konsep tematik-integratif
juga akan membuat situasi pembelajaran menjadi lebih hidup. Hal ini akan menimbulkan
dampak positif terhadap suasana belajar dan tingkat pemahaman oleh peserta
didik yang lebih baik.
Melalui pendekatan tematik-integratif,
diharapkan generasi muda Indonesia akan memiliki kompetensi sikap, keterampilan,
serta pengetahuan yang jauh lebih sempurna. Anak-anak didik akan menjadi lebih
kreatif, inovatif, dan produktif di mana semua itu akan sangat berguna di masa
depan sebagai modal untuk menghadapi berbagai macam persoalan dan tantangan di
zaman yang terus-menerus berkembang dan berubah.
Kesimpulannya, penerapan
tematik-integratif dalam mata pelajaran memang wajib dilakukan dengan tujuan
agar pendidikan di Indonesia mampu menyesuaikan diri dengan zaman yang terus bergerak
cepat. Kurikulum 2013 merupakan langkah awal yang diharapkan mampu menjawab
konvergensi peradaban di mana Indonesia tidak lagi hanya sekadar membangun ilmu
pengetahuan, namun juga turut membangun peradaban dunia (Luki Aulia, Kompas,
12 Desember 2012).
REFERENSI
Anita Lie, “Menyambut Kurikulum 2013”, dalam Kompas,
5 Desember 2012.
Arys Hilman & Chairul Akhmad, “Pembentukan
Masyarakat ASEAN Kian Dekat”, tersedia di http://www.republika.co.id/berita/internasional/asean/12/11/18/mdo72t-pembentukan-masyarakat-asean-kian-dekat,
diakses pada 15 Februari 2013.
Banathy, Bela H., 1992. A Systems View
of Education: Concepts and Principles for Effective Practice. Englewood Cliffs: Educational Technology.
Berkovitz,
Marvin W., Battistich, Victor C.,& Bier, Melinda C. 2008. What Works in
Character Education: What is Known and What Needs To Be Known. In Nucci, Larry P.& Narvaez,
Darcia. Eds. Handbook of Moral and Character Education pp. 414-431. New York
and London: Routledge Taylon & Francis Group.
Bertens, K., 1993. Etika. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Bessette, Guy, “The Learning Society and
Developtment”, dalam Rao, Bhaskara (ed.), 2010. Education For The 21St
Century. New Delhi: Discovery Publishing House.
Budi Winarno, 2007. Globalisasi & Krisis
Demokrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budi Winarno, 2008. Globalisasi: Peluang Atau
Ancaman Bagi Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Charlo Mamora, “Menyusun Visi Indonesia 2030”,
dalam Paulus Bambang Wirawan, 2009. Built to Bless. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Citra Listya Rini, ”Inilah 3 Skenario Kelanjutan
Kurikulum 2013 Versi Mendikbud”, tersedia di
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/01/12/mgigqy-inilah-3-skenario-kelanjutan-kurikulum-2013-versi-mendikbud,
diakses pada 13 Januari 2013.
Dianing Sari, “Kurikulum 2013, Ada Satu Penyesalan
Menteri M. Nuh”, tersedia di
http://www.tempo.co/read/news/2012/12/27/079450582/Kurikulum-2013-Ada-Satu-Penyesalan-Menteri-M-Nuh,
diakses pada 13 Januari 2013.
Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan
Internasional, tt. Menuju ASEAN Economic
Community 2015. Jakarta: Departemen Perdagangan RI.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama,
2011. Laporan Hasil Visitasi Lembaga Calon Penerima Bantuan Sosial Program
Paket B. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan Nasional.
Ester Lince Napitupulu, “Guru yang Selalu
Kesepian”, dalam Kompas, 7 Desember 2012.
Ester Lince Napitupulu, “Pelajaran SD Tematik
Integratif, Seperti Apa?”, tersedia di
http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/17/18063762/Pelajaran.SD.Tematik.Integratif.Seperti.Apa,
diakses pada 15 Februari 2013.
Ester Lince Napitupulu, ”Mendikbud: Kurikulum 2013
Pokoknya Top,” tersedia di http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/12/11111835/Mendikbud.Kurikulum.2013.Pokoknya.Top,
diakses pada 13 Januari 2013.
Gagne, Robert, M., 1998. Principles of
Instructional Design, 3rd edition. New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Giddens, Anthony, 1990. The
Consequences of Modernity. The United Kingdom: Polity Press.
Haryo Damardono, “Bukan Zamannya Menghafal
Pelajaran”, dalam Kompas, 7 Desember 2012.
Inung, ”Kurikulum 2013, Kemendikbud Siapkan
Pelatihan Guru Inti”, tersedia di
http://www.poskotanews.com/2013/01/12/kurikulum-2013-kemedikbud-siapkan-pelatihan-guru-inti,
diakses pada 13 Januari 2013.
Isjoni Ishaq, 2006. Pendidikan Sebagai
Investasi Masa Depan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Jhon Tafbu Ritonga, “Memahami Visi Indonesia
2030”, dalam Waspada, 4 Agustus 2007.
Johnson, D.W., & Johnson, R.T., 2002. Meaningful
Assessment, A Manageable and Cooperative Process. Boston: Allyn and Bacon.
Kemdikbud, “Keberhasilan Kurikulum 2013”, tersedia
di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-5, diakses
pada 3 Januari 2013.
Kemdikbud, “Pengembangan Kurikulum 2013”, tersedia
di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud,
diakses pada 3 Januari 2013.
Kemdikbud, “Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21”,
tersedia di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-2,
diakses pada 3 Januari 2013.
Kemdikbud, “Tidak Menghapus Mata Pelajaran”,
tersedia di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-3,
diakses pada 3 Januari 2013.
Kemdikbud, “Uji Publik Kurikulum 2013:
Penyederhanaan, Tematik-Integratif”, tersedia di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-1,
diakses pada 3 Januari 2013.
Kushartanti, “Strategi Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia, dalam Jurnal Wacana, Vol. 9, No. 1, April 2007.
Lickona,
Thomas, “Thomas Lickona Talks About Character Education”, dalam ProQuest
Education Journals. Vol.
14, No.7, 2000.
Luki Aulia, “Tematik Integratif Tak Sekadar
Menggabungkan”, dalam Kompas, 7 Desember 2012.
“Masyarakat ASEAN akan dimulai 31
Desember 2015”, tersedia di http://www.antaranews.com/berita/344206/masyarakat-asean-akan-dimulai-31-desember-2015
, diakses pada 15 Februari 2013.
“Mendikbud Pastikan Muatan Lokal Masuk Kurikulum
2013”, tersedia di
http://www.berita8.com/web8/berita/2013/01/mendikbud-pastikan-muatan-lokal-masuk-kurikulum-2013,
diakses pada 15 Februari 2013.
Mochtar Buchori, 2001. Pendidikan Antisipatoris.
Yogyakarta: Kanisius.
Mohamad Surya, 2004. Bunga Rampai Guru dan
Pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka.
Parsons, Les, 2005. Bullied Teacher Bullied
Student. Markham: Pembroke Publishers Limited.
Pearson, Q. M., & Nicholson,
J. I., 2000. “Comprehensive Character Education in the Elementary School:
Strategies for Administrators, Teachers, and Counselors, dalam Journal of
Humanistic Counseling, Education, & Development, Edisi 24 Maret 2009.
Prayitno, 2009. Dasar Teori dan Praksis
Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Ratna Shofi Inayati, 2007. Menuju Komunitas ASEAN 2015: Dari State Oriented ke People Oriented.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Politik.
Romi Sudita, “Ternyata BB Tak Dihapus”, tersedia
di
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailrubrik&kid=2&id=7278,
diakses pada 15 Februari 2013.
Ruslan Burhani, “Mendikbud: Magister Terapan
Songsong Tujuh Besar”, tersedia di
http://www.antaranews.com/berita/334807/mendikbud-magister-terapan-songsong-tujuh-besar,
diakses pada 13 Januari 2013.
Stromquist, Nelly Penaloza & Monkman, Karen,
2000. Globalization and Education: Integration and
Contestation Across Cultures. Maryland: Rowman
& Littlefield.
Suyanto
dan Asep Jihad, 2012. Bagaimana Menjadi
Calon Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta: Multipresindo.
Syarief Oebaidillah, ”Kemendikbud Siapkan Tiga Skenario
Implementasi Kurikulum 2013”, tersedia di
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/12/3/122166/Kemendikbud-Siapkan-Tiga-Skenario-Implementasi-Kurikulum-2013,
diakses pada 13 Januari 2013.
Taufik H Mihardja, “Fokus Utama KTT ASEAN,
Persiapkan Masyarakat ASEAN 2015”, tersedia di
http://internasional.kompas.com/read/2012/11/18/12223210/Fokus.Utama.KTT.ASEAN.Persiapkan.Masyarakat.ASEAN.2015,
diakses pada 15 Februari 2013.
“Tematik Integratif Lebih Untungkan Siswa”,
tersedia di http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=156264.
diakses pada 15 Februari 2013.
Tri Harijono, “Berharap pada Kurikulum 2013”,
dalam Kompas, 7 Desember 2012.
Undang-Undang
Nomor Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) No. 20 tahun 2003.
Wawancara dengan Mendikbud Tentang Kurikulum 2013
(Bagian 1), tersedia di
http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/wawancara-mendikbud-kurikulum-2013,
diakses pada 3 Januari 2013.
Wawancara dengan Mendikbud Tentang Kurikulum 2013
(Bagian 2), tersedia di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/wawancara-mendikbud-kurikulum-2013-2,
diakses pada 3 Januari 2013.
Wawancara dengan Mendikbud Tentang Kurikulum 2013
(Bagian 3), tersedia di
http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/wawancara-mendikbud-kurikulum-2013-3,
diakses pada 3 Januari 2013.
Zsebik, Peter, 2010. Educational Leadership for
the 21st Century: Building a Capacity for Change. Bloomington: iUniverse.
Komentar
Posting Komentar