Langsung ke konten utama

Permasalahan dalam Pengembangan Berpikir Divergen selama Pembelajaran di SD

divergen thinking

Menurut Bambang Subali (2013:13) pembelajaran IPA dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pengembangan berpikir kritis dapat dilakukan dengan membiasakan pertanyaan divergen dalam setiap aspek.
Selama ini proses pembelajaran yang masih dilakukan dikelas pada tingkatan Sekolah dasar telah diperkenalkan berbagai model pembelajaran seperti inquiry,  pembelajaran kooperatif dan berbagai model pembelajaran yang lain, akan tetapi dalam praktek dikelas hal tersebut masih kurang diterapkan sehingga guru kembali menggunakan pola pengajaran tradisonal yang bersifat “teacher center" akibatnya tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses pembelajaran.
Selain itu selama proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru berorientasi hanya pada satu jawaban terpusat yang  memiliki kriteria baik dan benar sehingga selama pembelajaran berlangsung siswa digiring melalui bentuk pernyataan tertutup. Dalam bentuk soal evaluasi disajikan dalam pelaksanaan pembelajaran adalah bentuk soal uraian yang berbentuk uraian singkat dan uraian terbatas/ objektif selain itu siswa juga disajikan dalam soal yang berbentuk pilihan ganda sehingga mengakibatkan siswa hanya memilih satu jawaban yang benar dari alternative jawaban yang disediakan sehingga mendorong siswa terpaku hanya pada jawaban berpola tunggal dan memusat pada satu titik saja
Berpikir divergen dapatlah dilatih jika mau belajar baik pengalaman ataupun sumber-sumber lain dengan informasi melalui berkolaborasi dan belajar dari orang lain. Selain itu kemampuan berpikir divergen juga dapat dirangsang kegiatan belajar mengajar sehingga dapat menginternalisasikannya pada nilai diri sehingga tidak hanya fokus pada diri sendiri saja. Alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berfikir divergen adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa aktif dengan gagasannya sehingga pembelajaran yang dilakukan selama dikelas dapat menggunakan pembelajaran berbasis aktivitas adapun Aktivitas disini bukan hanya dilakukan dengan aktivitas fisik tetapi juga aktivitas psikis seperti aktivitas mental. 
Kegiatan tersebut haruslah meningkatkan pemikiran dengan sikap belajar yang berbeda., lebih terbuka serta berperan akitf dalam hal ini guru diberikan pertanyaan terbuka sebagai ruang untuk interaksi dan memberikan banyak gagasan selama pembelajaran. Siswa bukan hanya didorong diberikan pertanyaan tapi juga mengajukan pertanyaan secara luas sehingga diperlukan sikap terbuka dan menerima gagasan dari siswa walaupun pada nantinya ada gagasan yang belum pas dan perlu diberikan masukan yang bersifat membangun.

Implikasi Pengembangan Kemampuan Berpikir Divergen DalamPengintegrasian Pendidikan Lingkungan di Sekolah Dasar 
Pengintegrasian pendidikan lingkungan dengan proses pembelajaran memberikan ruang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir divergen. Kemampuan berfikir divergen bukan semata berkembang karena faktor genetik melainkan merupakan suatu proses kognitif yang dapat dikembangkan pada diri seseorang. Pada proses berfikir divergen memacu siswa  memikirkan berbagai solusi ketika berusaha untuk memahami tugas. 
Proses berfikir divergen ditandai ketika siswa sudah mampu merumuskan sesuatu yang melampaui batas – batas pengalaman lama dan teori yang ada.  Jika dilihat berdasarkan tingkatan siswa SD memiliki kecenderungan-kecenderungan, antara lain: (1) berangkat dari sesuatu yang kongkrit, (2) memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, (3) terpadu serta melalui proses yang manipulatif sambil membangun skemata yang bermakna dalam khasanah pengetahuannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut teori Piaget, dengan kondisi tersebut anak mulai dapat berpikir logis, tetapi masih terbatas pada realita yang ada, kemudian menyimpulkannya sehingga dalam pembelajarannya siswa diajak untuk mampu lebih melihat pada dunia nyata. Lingkungan hidup memberikan banyak dalam membantu keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran, sebab lingkungan mampu memberikan siswa pengalaman melalui berbagai pengalaman. Peranan lingkungan alam sebagai sasaran  belajar,  sumber  belajar, sarana  belajar. Misalnya lingkungan sekitar yang tercemar sebagai sumber dalam pembelajaran ketika dihadapkan banyak masalah dan siswa digiring untuk memberikan pemecahan yang sifatnya dapat meberikan kontribusi positif.
Pada pembelajaran yang menyajikan lingkungan sebagai media pembelajaran pada siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir divergenyang  dilakukan secara terbuka  lebih bebas dan lebih terbuka, siswa diminta memikirkan banyak kemungkinan jawaban atau pemecahan masalah, mencetuskan banyak gagasan terhadap suatu persoalan. Konsep ini tentu saja sangat berbeda dengan pemikiran konvergen siswa menghadapi masalah yang mengandung sejumlah informasi dan berdasarkan penalaran logis ia menyimpulkan jawaban yang benar sehingga  diperlukan pola pemikiran divergen dan pemikiran konvergen perlu secara seimbang dikembangkan pada diri peserta didik. 
Peserta didik yang memiliki kemampuan berfikir divergen yang tinggi tetapi kemampuan berfikir konvergen yang rendah maka dia akan dengan mudah menemukan banyak alternatif pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupannya namun selalu ragu dalam memilih alternatif yang paling tepat diantara banyak alternatif. Peserta didik kesulitan dalam menganalisis kelemahan dan kelebihan setiap alternatif sehingga tidak dapat membuat skala prioritas kebenaran atau keteapatan sejumlah alternatif yang dihasilkan dari berfikir divergennya (Bambang Subali, 2010).
A.    SIMPULAN
1.      Pendidikan di Sekolah dasar merupakan fase penting yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia sehingga pengembangan berpikir divergen untuk memunculkan kreativitas mulai dari tingkat sekolah dasar SD.
2.      Berfikir divergen memiliki yang kriteria lebih bebas dan lebih terbuka, sehingga siswa diminta memikirkan banyak kemungkinan jawaban dalam mencetuskan banyak gagasan.
3.      Selain pengintegrasian lingkungan pada materi sekolah dasar kesadaran lingkungan dapat dilakukan dengan pembiasaan dalam keseharian siswa.
4.      Pada pembelajaran yang menyajikan lingkungan sebagai media pembelajaran pada siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir divergen yang  dilakukan secara terbuka  lebih bebas dan lebih terbuka, siswa diminta memikirkan banyak kemungkinan jawaban atau pemecahan masalah, mencetuskan banyak gagasan terhadap suatu persoalan.

B.     DAFTAR PUSTAKA
Bambang Subali  (2013). Kemampuan berpikir pola divergen dan berpikir kreatif dalam Keterampilan Proses sains. Yogyakarta:UNY Press
Conny semiawan.(2009), Kreativitas keberbakatan: Mengapa, apa dan Bagaimana. Jakarta : PT Indeks
Conny semiawan.(1997), PerspektifPendidikan Anak Berbakat. Jakarta : PT Grasindo.
Conny semiawan.(1992), Pendekatan Keterampilan Proses:Bagaimana mengaktifkan siswa dalam belajar?. Jakarta : PT Grasindo.
Dedi Supriadi. (1994). Kreativitas, kebudayaan dan perkembangan iptek. Bandung : Alfabeta
Lorin W. Andersno fan David R.Kratwohl. (2001). Kerangka Landasan untuj pembelajaran, pengajaran dan Asesmen  :Pustaka Pelajar
Slavin, Robert. (1997). Pembelajaran Kooperatif. Boston : Allyn and Bacon.
Utami Munandar.(1992) Mengembangkan Bakat dan Kreativitas anak Sekolah, Jakarta : Grasindo

Wina Sanjaya. (2009). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada  Media Group

Komentar

advertisement

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Kurikulum Indonesia tahun 1952

ZonaSainsKita~ Kurikulum 1952 merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1947, dimana kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran.Karena itu, kurikulum 1952 lebih dikenal sebagai  Rencana Pelajaran Terurai 1952 . Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional.Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sudah digunakan pada masa tersebut. Lahirnya kurikulum 1952 tidak terlepas dari sejarah kelahiran Kurikulum 1947.Bahkan dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1952 adalah pembaharuan dari Kurikulum 1947.Dikatakan demikian karena saat kurikulum 1947 berlaku belum ada undang-undang pendidikan yang berlaku sebagai landasan operasionalnya.Hal ini terjadi sampai tahun 1949.Baru setelah tahun 1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-un

Sejarah Kurikulum Indonesia: Rencana Pendidikan 1964

Landasan pengembangan Kurikulum 1964 Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968/ 19 69. Struktur dan materi kurikulum pada periode tersebut di SD dan SMP tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada kurikulum mata pelajaran Kewarganegaraan dan Sejarah yang diperbaharui karena perubahan politik, seperti masuknya Manipol Usdek dalam kurikulum 1964. Sebagai bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan dan diubahnya materi Pendidikan Kewarganegaraan pada er a Orde Baru ( Kurikulum 1968 ) menjadi Pendidikan Moral Pancasila. Pada kurikulum 1968/1969 di tingkat SMA terjadi perubahan penjurusan dan struktur kurikulum antara tahun 1950, 1964 dan 1968/1968 . Pada sekitar tahun 1963, terjadi revolusi di segala bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka disusunlah Rencana Pendidikan yang dimaksudkan dalam rangka pembinaan bangsa. Latar belakang dan dasar pemikiran penyusunan Rencana Pendidikan ini adalah agar bangsa yang

Tokoh-tokoh Psikologi Gestalt

1.         Max Wertheimer (1880-1943) Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjad