Langsung ke konten utama

Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas

Sebelum membahas tentang langkah-langkah atau prosedur Penelitian Tindakan Kelas, ada baiknya kita ketahui dulu tujuan dari penelitian ini.Menurut Suwandi (2010:15) tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk mengadakan perbaikan atau peningkatan mutu praktik pembelajaran di kelas. Secara umum, menurut Rochman Natawidjaja (Suwandi, 2010: 15-16) tujuan penelitian kelas adalah sebagai berikut :

1. Untuk menanggulangi masalah atau kesulitan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang di hadapi guru dan tenaga kependidikan, terutama yang berkenaan dengan masalah pembelajaran dan pengembangan materi pengajaran

2. Untuk memberikan pedoman bagi guru atau administrator pendidikan di sekolah guna memperbaiki dan meningkatkan mutu kenerja atau mengubah system kerjanya agar menjadi lebih baik dan produktif

3. Untuk melaksanakan program pelatihan, terutama pelatihan dalam jabatan guru, yaitu sebagai salah satu strategi pelatihan yang bersifat inkuiri agar peserta lebih banyak menghayati dan langsung menerapkan hasil pelatihan tersebut

4. Untuk memasukkan unsur-unsur pembaruan dalam system pembelajaran yang sedang berjalan dan sulit untuk ditembus oleh pembaharuan pada umumnya

5. Untuk membangun dan meningkatkan mutu komunikasi dan interaksi antar praktisi (guru) denagan peneliti akademis

6. Untuk perbaikan suasana keseluruhan system atau masyarakat sekolah, yang melibatkan administrasi pendidikan, guru, siswa, orang tua, dan pihak lain yang bersangkutan dengan pihak sekolah.

 

Teamwork

A. Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Menurut tim pelatih PGSM (1999) ditandai oleh

1. an inquiry on practice from within dalam arti: (a) PTK untuk memperbaiki secara praktis, secara langsung-sekarang, (b) permasalahan PTK harus yang spesifik-kontektual, dan (c) tidak untuk menemukan pengetahuan baru yang dapat diberlakukan secara luas.

2. colaborative effort between school teachers and teacher educator dalam arti: (a) antar keduanya sebagai patner, bukan hubungan yang bersifat koordinatif, dan (b) peneliti dan praktisi duduk bersama untuk memecahkan masalah yang dihadapi praktisi

3. a reflective practice made public dalam arti pemecahan permasalahan sebagai hasil refleksi di lapangan sebagai cerminan interaksi kesejawatan sebagai bagian dari peningkatan profesionalisme.

Menurut Kemmis dan McTaggart (1997) pada intinya PTK adalah:

1. pendekatan: sebagai pendekatan untuk ”memperbaiki pendidikan dengan mengubahnya” dan ”belajar dari konsekuensi perubahan”.

2. partisipatori: dilaksanakan bersama-sama untuk perbaikan kinerja guru dan hanya dapat berhasil dengan dukungan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

3. spiral refkesi diri: berupa spiral yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan (implementasi perencanaan), observasi (secara sistematis) dan refleksi untuk merencanakan kembali tindakan selanjutnya, mengimplementasikan, mengobservasi, dan merefleksi lagi untuk perencanaan kembali untuk tindakan selanjutnya sehingga tercapai perbaikan yang diinginkan.

4. kolaboratif: melibatkan tanggungjawab dari setiap anggota terhadap perbaikan yang diinginkan dengan melihat pada tindakan yang dilakukan. Dalam hal ini termasuk pelibatan orang lain sebagai critical friend juga harus dipilih orang yang bertanggung jawab dan memiliki keahlian sesuai dengan permasalahan penelitian yang sedang dipecahkan.

5. komunitas yang melakukan kritik diri: partisipasi dan kolaborasi dilakukan sepanjang tahapan proses penelitian, sehingga membangun suatu komunitas yang memiliki komitmen dan mampu melakukan pencerahan diri mengenai hubungan antara keadaan yang dihadapi, tindakan yang dilakukan, dan konsekuensinya terhadap situasi dirinya, dan membebaskan dirinya dari konstrains institusional atau personal dalam kemampuan yang terbatas menuju kehidupan dengan nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai sosial yang sah.

6. proses pembelajaran yang sistematik: dalam melakukan tindakan secara sengaja terbuka peluang secara terus menerus untuk merespons kesempatan dengan sebaik-baiknya sehingga akan membentuk critical intelligence baik dalam mengatakan secara kritis dan melaksanakan tindakan dalam jalur nilai-nilai pendidikan.

7. membangun teori dari apa yang dipraktikkan: menjadi ingin tahu dan akhirnya memahami tentang keadaan yang dihadapi, tindakan untuk memperbaiki tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. Dengan demikian, dalam koridor PTK setidaknya peneliti memiliki rasional atas tandakan yang dilakukan dan memahami bagaimana dan mengapa pekerjaan mendidik harus dilakukan.

8. testing: dalam arti bukan menguji hipotesis seperti dalam eksperimen, tetapi melibatkan orang-orang yang mempertaruhkan apa yang dipraktikkan, gagasan-gagasan, dan asumsi kelembagaan untuk diuji dengan mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan yang dapat meyakinkan dirinya untuk mempraktikkan lebih lanjut, ataupun untuk mengetahui gagasan/asumsi yang salah atau pendapat yang salah.

9. berpandangan terbuka: terbuka dalam banyak hal, baik dalam hal macam data dan pengumpulannya, berkait dengan apa yang terjadi dan apa saja yang mungkin terjadi, berkait dengan apa yang ingin diselidiki ataupun maupun dengan kejadian-kejadian nyata, berkait dengan koleksi dan analisis terhadap keputusan yang diambilnya, juga reaksi dan kesan/pengaruh terhadap apa yang terjadi.

10. ajang pencarian jurnal pribadi: pencaharian dalam hal mencatat kemajuan dan refleksi dari dua set kegiatan pembelajaran yakni (a) belajar tentang praktik dari apa yang distudi dan (b) belajar tentang proses dalam studi yang dilakukan.

11. proses politik: melibatkan diri peneliti dalam melakukan perubahan yang akan mempengaruhi hal-hal yang lain tetapi juga berpeluang terbangunnya resistensi untuk berubah.

12. analisis ktiris: analisis kritis terhadap situasi yang ada, baik yang berupa keadaan kelas, sekolah, sistem dimana PTK dilaksanakan adalah suatu keadaan yang sudah terstruktur, sehingga peneliti harus memiliki kemampuan untuk melakukan analisis secara kritis untuk mengungkap akar permasalahan dan mampu berkomunikasi dengan pihak-pihak yang akan diajak berkolaborasi.

13. mulai dengan yang kecil: berangkat dari upaya seorang diri kemudian melibatkan banyak pihak sehingga dapat menuju ke perubahan dalam skala yang lebih luas.

14. mulai dari siklus yang kecil: dimulai dengan siklus kecil berupa perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi sehingga dapat membantu diri peneliti untuk menetapkan isu, gagasan, asumsi yang lebih jelas dan akhirnya dapat menetapkan pertanyaan penelitian yang lebih berkualitas untuk dipecahkan demi kemajuan dalam bekerja.

15. dimulai dengan kolaborasi kelompok kecil: pada awalnya hanya melibatkan sejumlah kecil kolaborator tetapi akhirnya dapat melibatkan komunitas yang terdiri atas banyak orang yang ingin/mau melibatkandiri sejalan dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama proses penelitian.

16. membangun keberhasilan atas perbaikan yang dilakukan: memberi kesempatan pada peneliti untuk membangun keberhasilan dalam perbaikan yang diinginkan, baik yang yang berkait dengan (a) perubahan aktivitas dan paktik di sekolah, (b) perubahan dalam mendeskripsikan, menjelaskan, dan menetapkan apa yang diparktikkan, (c) perubahan dalam hubungan sosial dan bentuk pengorganisasiannya, dan (d) perubahan yang berkait dengan peningkatan penguasan peneliti dalam melakukan tindakan.

17. membuat keputusan yang rasional dalam kerja kelompok: menjadikan para peneliti mengetahui apa yang terjadi dan apa yang diperoleh melalui refleksi kritis yang dilakukan, sehingga peneliti memiliki rasional yang dikembangkan dan yang diujinya melalui apa yang mereka lakukan.

 

B. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Menurut Hopkins 1993 (Suwandi, 2010: 14), PTK memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Perbaikan proses pembelajaran dari dalam (an inquiry om practice from within)

2. Usaha kolaboratif antara guru dan dosen (a collaborative effort between scholl teachers and teacher educators)

3. Bersifat fleksibel (a reflective practice made public)

Menurut Kunandar (2012:58-63) PTK memiliki beberapa karakteristik, sebagai berikut:

1. On-the job problem oriented (masalah yang diteliti adalah masalah riil atau nyata yang muncul dari dunia kerja peneliti atau yang ada dalam kewenangan atau tanggungjawab peneliti). Dengan demikian, PTK didasarkan pada masalah yang benar-benar dihadapi guru dalam proses belajar mengajar di kelas.

2. Problem-solving oriented (berorientasi pada pemecahan masalah). PTK yang dilakukan oleh guru dilakukan sebagai upaya untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru dalam PBM di kelasnya melalui suatu tindakan (treatment) tertentu sebagai upaya menyempurnakan proses pembelajaran di kelasnya. PTK akan dilaksanakan jika guru sejak awal dan dini menyadari ada permasalahan dalam praktiki pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru. Jikia guru merasa bahwa apa yang dilakukannya di kelas dalam PMB tidak bermasalah, PTK tidak diperlukan. Dengan kata lain, PTK diperlukan jika guru merasa ada yang tidak beres dalam PBM di kelas dan ia merasa perlu untuk memperbaiki secara professional.

3. Improvement-oriented (berorientasi pada pemecahan masalah). PTK dilaksanakan dalam kerangka untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu PMB yang dilakukan oleh guru di kelasnya. Dengan peningkatan mutu PMB, pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan secara makro.

4. Cyclic (siklus). Konsep tindakan (action) dalam PTK diterapkan melalui urutan yang terdiri dari beberapa tahap berdaur ulang (cyclial). Siklus dalam PTK terdiri dari empat tahapan, yakni perencanaan tindakan, melakukan tindakan, pengamatan atau observasi dan analisis atau refleksi.

5. Action oriented. Dalam PTK selalu didasarkan pada adanya tindakan (treatment) tertentu untuk memperbaiki PMB di kelas.

6. Pengkajian terhadap dampak tindakan. Dampak tindakan yang dilakukan harus dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberi dampak positif lain yang tidak diduga sebelumnya, atau bahkan menimbulkan dampak negative yang merugikan peserta didik.

7. Specifics contextual. Aktifitas PTK dipicu oleh permasalahan praktis yang dihadapi oleh guru dalam PBM di kelas. Permasalahan dalam PTK adalah permasalahan yang sifatnya spesifik kontekstual dan situasional sesuai dengan karakterristik siswa dalam kelas tersebut.

8. Partisipatory (collaborative). PTK dilaksanakan secara kolaboratif dan bermitra dengan pihak lain. Jadi, dalam PTK perlu ada partisipasi dari pihak lain yang berperan sebagai pengamat.

9. penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi. Dalam refleksi ini banyak hal yang harus dilakukan, yaitu mulai dari mengevaluasi tindakan sampai dengan memutuskan apakah masalah itu tuntas atau perlu tindakan lain dalam siklus berikutnya.

10. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus di mana dalam satu siklus dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi dan selanjutnya diulang kembali dalam beberapa siklus.

Sementara itu, menurut Rochman Natawidjaya 1997 (Suwandi, 2010:14-15), karakteristik penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

1. Merupakan prosedur penelitian di tempat kejadian yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata di tempat yang bersangkutan

2. Merupakan prosedur kontekstual, artinya variabel-variabel atau faktor-faktor yang ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana penelitian

3. Terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu kinerja guru di kelas

4. Bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan)

5. Banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung dari pengamatan atas perilaku serta refleksi peneliti

6. Menyerupai “penelitian eksperimental”, namun tidak secara ketat mempedulikan pengendalian variable

7. Bersifat situasional dan spesifik, umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus.

C. Kesahihan dalam Penelitian Tindakan Kelas

Kesahihan dapat dilihat dari sisi eksternal dan sisi internal. Dari sisi eksternal kesahihan PTK dapat dilihat dari tingkat kebermaknaan hasil yang diperoleh. Kebermaknaan penelitian dapat dilihat dari kecermatan peneliti dalam melihat topik area (thematic concern) atau fokus atau inti dari permasalahan yang ada serta keterkaitan antara praktik yang dilakukan dan dukungan teoretik yang melandasinya. Selain itu, kebermaknaan penelitian juga dilihat dari terbangunnya teori atas dasar praktik yang benar. Dari sisi internal, kesahihan PTK dapat dilihat dari seberapa jauh dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis. Kesahihan yang berkait aspek metodologi adalah baik yang berkait dengan perencanaan, tindakan dan refleksi dalam setiap siklus, teknik pengumpulan data, kesahihan instrumen, analisis data yang digunakan, paparan hasil dan pembahasan serta penyimpulannya (Subali, 2010: 37).

Komentar

advertisement

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Kurikulum Indonesia tahun 1952

ZonaSainsKita~ Kurikulum 1952 merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1947, dimana kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran.Karena itu, kurikulum 1952 lebih dikenal sebagai  Rencana Pelajaran Terurai 1952 . Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional.Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sudah digunakan pada masa tersebut. Lahirnya kurikulum 1952 tidak terlepas dari sejarah kelahiran Kurikulum 1947.Bahkan dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1952 adalah pembaharuan dari Kurikulum 1947.Dikatakan demikian karena saat kurikulum 1947 berlaku belum ada undang-undang pendidikan yang berlaku sebagai landasan operasionalnya.Hal ini terjadi sampai tahun 1949.Baru setelah tahun 1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-un

Tokoh-tokoh Psikologi Gestalt

1.         Max Wertheimer (1880-1943) Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjad

Jenis-jenis Penelitian Pengembangan (Development Research)

Jenis-jenis penelitian yang utama pada penelitian pengembangan (Akker,1999): 1.      Penelitian formatif. Aktivitas penelitian ketika melakukan keseluruhanproses pengembangan suatu intervensi yang spesifik mulai daripenyelidikan belajar melalui evaluasi belajar (summatif dan formatif),mengoptimalisasi mutu intervensi pada pengujian prinsip-prinsiprancangan. 2.      Studi rekonstruksi. Analisis penelitian yang menyelenggarakan prosespengembangan beberapa intervensi, berfokus pada artikulasi danspesifikasi prinsip-prinsip rancangan. Komponen Utama Penelitian Pengembangan (DR) Menurut Tim Puslitjaknov (2008), metode penelitian pengembangan memuat 3  komponen utama yaitu: (1) Model pengembangan, (2) Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk. Deskripsi dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut: Model Penelitian Pengembangan Model Pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model konseptua